Rabu, 19 September 2012

HUKUM STERILISASI

Sterilisasi Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 051 Apa pendapat anda terhadap seorang suami yang menyetujui dilakukannya sterilisasi atau semacamnya terhadap istrinya di rumah sakit guna mencegah kehamilan? Jawab: Al-Imam Al-Muhaddits Muqbil ibnu Hadi Al-Wadi’i –semoga Allah l merahmati beliau– menjawab, “Hal itu tidak dibolehkan, karena Rasulullah n bersabda: تَناَكَحُوا تَكاَثَرُوا فَإِنِّي مُبَاهٍ بِكُمُ الْأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Menikahlah kalian dan perbanyaklah keturunan kalian, karena sesungguhnya aku berbangga-bangga dengan banyaknya kalian di hadapan umat-umat yang lain pada hari kiamat kelak.” Nabi n pernah berdoa kepada Allah l untuk sahabat beliau Anas bin Malik z agar Allah l membanyakkan harta serta anak keturunan Anas. Disamping itu semua, seseorang terkadang berhadapan dengan takdir Allah l.1 Bila mau tidak mau harus menunda kehamilan istri maka di sana ada satu perkara yaitu permasalahan ‘azal2. Dibolehkan bagi seorang suami menggauli istrinya dengan melakukan ‘azal. Adapun obat-obatan, mengangkat rahim, atau perkara yang lainnya, tidaklah diperbolehkan. Kemudian, di balik semua ini perlu kita sadari bahwa musuh-musuh Islam menghias-hiasi di hadapan kita perbuatan yang menyelisihi agama kita. Seandainya mereka mampu untuk menghasut manusia, niscaya mereka akan melakukannya. Bahkan mereka telah berupaya melakukannya. Sekarang saya bertanya kepada anda semua, wahai sekalian saudaraku. Ada orang di zaman ini memiliki sepuluh anak. Lalu apakah kalian lihat Allah l menyia-nyiakan dan menelantarkannya, atau malah Allah l membukakan rezeki untuknya dari arah yang tidak diduganya? Jika seseorang tidak menghendaki istrinya hamil karena alasan dunia, takut tidak bisa memberi makan atau menghidupi si anak, maka sungguh ia telah salah. Karena Rabbul Izzah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia: “Tidak ada satu makhluk melata pun di muka bumi melainkan hanya Allah lah yang menanggung rezekinya.” (Hud: 6) Juga firman-Nya: “Berapa banyak hewan yang tidak dapat membawa/mengurus rezekinya sendiri, Allah lah yang memberikan rezeki kepadanya dan kepada kalian.” (Al-’Ankabut: 60) Bila alasannya karena mengkhawatirkan mudarat dapat menimpa si istri bila ia mengandung, maka suami dapat melakukan ‘azal. Adapun memakai cara-cara yang datang atau berasal dari musuh-musuh Islam, baik berupa obat-obatan pencegah kehamilan atau selainnya, maka ini tidak kami sarankan. ‘Azal itu makruh akan tetapi Rasulullah n mengizinkan sahabatnya untuk melakukannya ketika mereka meminta perkenan beliau. Beliau n bersabda: مَا مِنْ نَسْمَةٍ إِلاَّ وَهُوَ خَالِقُهَا إِلاَّ وَهِيَ كَائِنَةٌ “Tidak ada satu jiwa pun melainkan Allah yang menciptakannya. Bila Allah menghendaki menciptakannya niscaya jiwa tersebut akan terwujud.” Jabir bin Abdillah c menyatakan: كُنَّا نَعْزِلُ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ “Kami dulunya melakukan ‘azal sementara Al-Qur’an masih turun (wahyu belum terputus, pen.).” Maka Nabi n memberikan rukhshah/keringanan untuk melakukan ‘azal. Walhamdulillahi Rabbil Alamin.” (Ijabatus Sa’il ‘ala Ahammil Masa’il, hal. 467-468) Majalah AsySyariah Edisi 051

Tidak ada komentar:

Posting Komentar